Selamat Datang

Selamat Datang

Pages

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

My Photos

Sabtu, 29 Desember 2012

Ibnu Batutoh; Petualang Legendaris Asal Maroko


        Ketika disebut nama Maroko, maka yang paling terlintas di benak orang Indonesia adalah Ibnu Batutoh, Sang petualang legendaris dari Negeri Matahari Terbenam ini. Ia dianggap sebagai pelopor penjelajah abad 13 M yang belum tertandingi. Sekalipun ada Marcopolo yang juga melakukan penjelajahan dunia, namun masih tidak sebanding dengan Ibnu Batutah terutama dalam kuantitas perjalanan. Karenanya, ia dijuluki dengan sebutan “pengembara muslim arab”.
Makam Ibnu Batutoh di kota Tanger- Maroko

Perjalanan panjang dan pengembaraannya mengelilingi dunia itu mampu melampaui sejumlah penjelajah Eropa yang diagung-agungkan Barat seperti Christopher Columbus, Vasco de Gama, dan Magellan yang mulai setelah Ibnu Batutah. Sejarawan Barat, George Sarton, mencatat jarak perjalanan yang ditempuh Ibnu Batutah melebihi capaian Marcopolo. Tak heran, bila Sarton geleng-geleng kepala dan mengagumi ketangguhan seorang Ibnu Batutah yang mampu mengarungi lautan dan menjelajahi daratan sepanjang 120.000 kilometer itu. Sebuah pencapaian yang tak ada duanya di masa itu.

Lalu siapa Nama lengkap Ibnu Batutoh itu? Ia adalah Abu Abdullah Muhammad ibn Abdullah Muhammad ibn Ibrahim ibn Abdurrahman ibn Yusuf Al Lawati Al Tanjawi yang kemudian dikenal dengan Ibnu Batutoh. Lahir di Tanger (kota di sebelah utara Maroko) 24 Februari 1304 M/ 703 H dan wafat di kota kelahirannya pada tahun 1377 M/ 779 H. Versi lain mengatakan, ia wafat di kota Fez atau Casablanca. Namun pendapat yang rajih (benar) ia dimakamkan di tanah kelahirannya, sebagaimana makamya terdapat di kota wisata Tanger-Maroko.

Ibnu Batutoh berasal dari keturunan bangsa Barbar. Besar dalam keluarga yang taat memelihara tradisi Islam. Saat itu, Maroko sedang dikuasai Dinasti Mariniah. Ia dikenal sangat giat mempelajari fiqh dari para ahli yang sebagian besarnya menduduki jabatan Qadhi (hakim). Beliau juga mempelajari sastra dan syair Arab.

Pada usia sekitar 21 tahun 4 bulan, ia menunaikan rukun iman kelima. Perjalananya menuju ke Baitullah telah membawanya berpetualang dan menjelajahi dunia. Ia mengarungi samudera dan menjelajah daratan demi sebuah tujuan mulia. Sampai kemudian Ia melanjutkan perjalanannya hingga melintasi sekitar 44 negara selama 30 tahun.
Ruangan dalam makam Ibnu Batutoh di kota Tanger- Maroko

Rihlah Ibnu Batutoh, inilah salah satu  buku legendaris yang mengisahkan perjalanan seorang petualang agung itu pada 1325 hingga 1354 M. Sejatinya, Rihlah bukanlah  judul buku, tetapi hanya menggambarkan sebuah genre (gaya sastra). Judul asli dari buku yang ditulis Ibnu Batutah itu adalah Tuhfat al-Nuzzhar fi Ghara’ib al-Amshar wa ’Aja’ib al-Asfar (Persembahan Seorang Pengamat tentang Kota-kota Asing dan Perjalanan yang Mengagumkan) ditulis oleh Ibnu Juzay, juru tulis Sultan Maroko, Abu ‘Inan. Karya ini telah menjadi perhatian berbagai kalangan di Eropa sejak diterjemahkan ke berbagai bahasa seperti Perancis, Inggris dan Jerman.

Buku itu disusun menjadi sebuah perjalanan dunia yang mengagumkan dengan mengaitkan berbagai peristiwa, waktu pengembaraan serta catatan-catatan penting yang berisi berita dan peristiwa yang dialami Ibnu Batutah selama pengembaraanya. Dalam karyanya tersebut, Ibnu Batutah tidak mengumpulkan rujukan atau bahan-bahan dalam menunjang tulisannya hanya mengisahkan pengalaman atau sejarah empiris negara atau kota-kota yang pernah disinggahinya terutama yang menyangkut kultur setempat. Pencapaian Ibnu Batutah yang luar biasa itu, konon dirampas dan disembunyikan Kerajaan Prancis saat menjajah benua Afrika, termasuk Maroko.

Kisah Petualangan Ibnu Batutoh

Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “Tuntutlah ilmu walaupun hingga ke negeri Cina”. Islam memerintahkan umatnya untuk mencari ilmu pengetahuan, hingga ke tempat yang jauh sekalipun.  Terinspirasi hadits itu, Ibnu Batutah pun melakukan perjalanan untuk mencari pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan membentuk konsep Al-Rihlah fi Talab al-’Ilmi (Perjalanan untuk Mendapatkan Ilmu Pengetahuan).

Ibnu Batutah menghabiskan umurnya  hingga 30 tahun untuk berpetualang dari satu negeri ke negeri lainnya. Hampir seluruh dunia telah dijelajahinya, mulai dari Afrika Utara ke Timur Tengah, dari Persia ke India terus ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia dan India. Kemudian dilanjutkan ke arah Timur Laut menuju daratan China dan kearah Barat hingga sampai ke Spanyol.

Pengembaraannya itu ia lakukan antara musim haji yang satu ke musim haji berikutnya. Ia menjadikan Makkah Al Mukaramah sebagai awal berlayar dan sebagai tempat kembali berlabuh. Sungguh suatu pengembaraan yang penuh kejadian penting dalam sejarah, sarat dengan makna dan hikmah. Pengembaraan perdananya dimulai ketika menunaikan ibadah haji yang pertama, tepat pada tanggal 14 Juni 1325. Ia bersama jamaah Tanger lainnya menempuh keringnya hawa laut Mediterania di tengah teriknya daratan berpasir Afrika Utara. Semuanya dilakukan hanya dengan berjalan kaki.

Dalam perjumpaannya dengan banyak orang, Ibnu Batutah senantiasa berusaha meningkatkan kualitas silaturahim dengan mendekati orang-orang yang bisa diajak ber-mudzakarah serta berbagi ilmu dan pengalaman. Ia sangat terinspirasi dengan hadits Nabi Saw.,“Perumpamaan teman yang saleh dan teman yang jahat adalah seperti orang yang membawa minyak misik (harum) dan orang yang meniup bara api pandai besi. Orang yang membawa minyak misik mungkin akan memberikannya kepadamu, atau engkau akan membelinya atau engkau merasakan bau harum daripadanya. Adapun peniup bara api pandai besi, mungkin akan membakar pakaianmu, atau engkau akan merasakan bau yang busuk daripadanya”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Tempat-tempat yang disinggahi diceriterakannya secara lengkap dengan bahasa yang indah, sehingga siapa yang membaca tulisan Ibnu Batutah atau mendengarkannya berhasrat untuk mengunjunginya. Kemauannya yang kuat untuk mengunjungi wilayah-wilayah Islam saat itu membawanya mengembara

Tiba di Samudera Pasai (Aceh)

Petualangan dan perjalanan panjang yang ditempuh Ibnu Batutah sempat membuatnya terdampar di Samudera Pasai (kini Aceh). Tepatnya di sebuah Kerajaan Islam pertama di Nusantara yang terletak di utara pantai Aceh antara abad ke-13 hingga 15 M. dengan Raja pertamanya Sultan Malikus salih (W 1297), yang sekaligus sebagai sultan (pemimpin) pertama negeri itu. Ia menginjakkan kakinya di Aceh pada tahun 1345. Sang pengembara itu singgah di bumi Serambi Makkah selama 15 hari.

Catatan Ibnu Batutah dalam perjalanan laut menuju Cina menyebutkan, Ia pernah mampir di wilayah Samudera Pasai. Dalam catatan perjalanannya itu, Ibnu Batutah melukiskan Samudera Pasai dengan begitu indah. ”Negeri yang hijau dengan kota pelabuhannya yang besar dan indah,” tutur sang pengembara berdecak kagum. Kedatangan penjelajah kondang asal Maroko itu mendapat sambutan hangat dari para ulama dan pejabat Samudera Pasai.

Kedatangan Ibnu Batutah disambut Amir (panglima) Daulasah, Qadi Syarif Amir Sayyir Al-Syirazi, Tajuddin Al-Asbahani dan beberapa ahli fiqh atas perintah Sultan Mahmud Malik Zahir (1326-1345). Menurut pengamatan Ibnu Batutah, Sultan Mahmud merupakan penganut Mazhab Syafi’i yang giat menyelenggarakan pengajian dan mudzakarah tentang Islam.

Penjelajah termasyhur asal Maghrib (sebutan Maroko dalam Bahasa Arab) itu sangat mengagumi Sultan Mahmud Malik Al-Zahir penguasa Samudera Pasai saat itu. ”Sultan Mahmud Malik Al-Zahir adalah seorang pemimpin yang sangat mengedepankan hukum Islam. Pribadinya sangat rendah hati. Ia berangkat ke masjid untuk shalat Jumat dengan berjalan kaki. Selesai shalat, sultan dan rombongan biasa berkeliling kota untuk melihat keadaan rakyatnya,” kisah Ibnu Batutah.

Ia juga melihat Samudera Pasai saat itu menjelma sebagai pusat studi Islam di Asia Tenggara. Menurut Ibnu Batutah, penguasa Samudera Pasai itu memiliki ghirah (semangat) belajar yang tinggi untuk menuntut ilmu-ilmu Islam kepada ulama. Dia juga mencatat, pusat studi Islam yang dibangun di lingkungan kerajaan menjadi tempat diskusi antara ulama dan elit kerajaan. Selama berpetualang mengelilingi dunia dan menjejakkan kakinya di 44 negara, dalam kitabnya yang berjudul Tuhfat al-Nazhar itu, Ibnu Batutah menuturkan telah bertemu dengan tujuh raja yang memiliki kelebihan yang luar biasa.

Ketujuh raja yang dikagumi Ibnu Batutah itu antara lain; raja Iraq yang dinilainya berbudi bahasa, raja Hindustani yang disebutnya sangat ramah, raja Yaman yang dianggapnya berakhlak mulia, raja Turki dikaguminya karena gagah perkasa, raja Romawi yang sangat pemaaf, raja Melayu Malik Al-Zahir yang dinilainya berilmu pengetahuan luas dan mendalam, serta raja Turkistan.

Ibnu Batutoh Sempat mengunjungi pedalaman Sumatra yang kala itu masih dihuni masyarakat non-Muslim. Di situ juga Ia menyaksikan beberapa perilaku masyarakat yang mengerikan, seperti bunuh diri massal yang dilakukan hamba ketika pemimpinnya mati. 

Setelah berkelana dan mengembara di Samudera Pasai selama dua pekan, Ibnu Batutah akhirnya melanjutkan perjalannnya menuju Negeri Tirai Bambu Cina. Catatan perjalanan Ibnu Batutah itu menggambarkan pada abad pertengahan, peradaban telah tumbuh dan berkembang di bumi Nusantara.

Berkat petualangan singkat Ibnu Batutoh ini, kini Bangsa Indonesia sangat dikenal di mata masyarakat Maroko, sebagai bangsa yang ramah, santun, toleran dan cinta terhadap agama Islam yang moderat. Hal itu juga diakui oleh para ulama Maroko, “masyarakat muslim Indonesia sangat terpuji akhlaknya, mereka memiliki kecintaan yang luar biasa terhadap agama” pengakuan Dr. Idris Hanafi,  Dosen pakar Hadits beberapa waktu lalu saat menyampaikan kuliah studi Islam di Univ. Imam Nafie’, Tanger-Maroko.

Begitu juga tabiat masyarakat Maroko, yang terkenal dengan sikapnya yang sangat ramah dalam menghormati tamu, mereka menganggap tamu itu benar-benar seperti raja. Hal ini tentunya merupakan ciri khas orang Maroko dan sebagai aplikasi dari sebuah Hadits Rasul Saw., “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah memuliakan tamunya, yaitu jaizahnya.” Para sahabat bertanya: “Apakah jaizahnya tamu itu, ya Rasulullah?” Beliau S.a.w. bersabda: “Yaitu pada siang hari dan malamnya. Menjamu tamu yang disunnahkan secara muakkad atau sungguh-sungguh ialah selama tiga hari. Apabila lebih dari waktu sekian lamanya itu, maka hal itu adalah sebagai sedekah padanya.” (Muttafaqun ‘Alaih).

Nama Ibnu batutoh diabadikan Dunia

Nama besar dan kehebatan Ibnu Batutah dalam menjelajahi dunia di abad pertengahan itu, hingga kini tetap dikenang. Bukan hanya umat Islam saja yang mengakui kehebatannya, Barat pun mengagumi sosok Ibnu Battuta. Tak heran, karya-karyanya disimpan Barat.
Air port Ibnu Batutoh di kota Tanger- Maroko

Sebagai bentuk penghormatan atas dedikasinya, International Astronomy Union (IAU) Perancis mengabadikan Ibnu Batutah menjadi nama salah satu kawah bulan. Kawah Ibnu Batutah itu terletak di Barat daya kawah Lindenbergh dan Timur laut kawah bulan terkenal Goclenius. Di sekitar kawah Ibnu Batutah tersebar beberapa formasi kawah hantu. Kawah Ibnu Batutah berbentuk bundar dan simetris. Dasar bagian dalam kawah Ibnu Battuta terbilang luas. Diameter kawah itu mencapai 11 kilometer. Dasar kawah bagian dalamnya terbilang gelap, segelap luarnya. Kawah Ibnu Batutah awalnya bernama Goclenius A. Namun, IAU kemudian memberinya nama Ibnu Batutah.
Selain dijadikan nama kawah di bulan, Ibnu Batutah juga diabadikan dan dikenang masyarakat Dubai lewat sebuah mall atau pusat perbelanjaan bernama Ibnu Batutah Mall. Di sepanjang koridor mall itu dipajangkan hasil penelitian dan penemuan Ibnu Batutah.

Sementara di kampung halamannya sendiri, Tanger-Maroko Ibnu Batutah sangat terkenal. Di dekat Stadion Tanger terdapat bentuk Globe kecil yang menandai kediaman Ibnu Batutah yang kecil. Terdapat juga di Hotel Ibn Battouta di Jalan (Rue) Magellan, dibagian bawah perbukitan ada burger Ibn Battouta dan Cafè Ibn Battouta. Ferry yang menghubungkan Spanyol dengan Maroko menyeberangi Selat Gibraltar juga bernama M.V. Ibn Battouta. Begitu juga bandara kota Tanger bernama Ibn Battouta. Meski petualangan dan pengembaraannya telah berlalu sembilan abad silam, namun kebesaran dan kehebatannya hingga kini tetap dikenang dunia.

Sabtu, 08 Desember 2012

Ulama Maroko Resmikan Konfercab NU


Setelah melalui kerja keras akhirnya mahasiswa Nahdlatul Ulama (NU) di Maroko yang  tergabung dalam panitia Konfercab NU Maroko berhasil menyelenggarakan Konferensi I Nahdlatul Ulama Cabang Istimewa (PCINU) pada musim panas ini, tepatnya pada Ahad (15/7) di Auditorium Institut National des Postes et Telecommunications de Rabat. Konfercab ini berlangsung mulai pukul 09.30-22.00 waktu setempat, dengan tema “Membentuk generasi yang cerdas, Nasionalis, berkarya dan berakhlak mulia”.


Konferensi ini dibuka secara resmi oleh ulama besar Maroko, Prof. Dr. Mariam Ait Ahmed, Guru Besar perbandingan agama dan Ketua organisasi persaudaraan Maroko-Indonesia yang ditandai dengan pemukulan gong. Turut hadir juga dalam acara pembukaan ini, Syeikh Hasan bin Ali Al Syarif al Kattani, Mursyid Thariqah Kattaniyyah dan guru besar Markaz Dirasat Kattaniyah, Dr. Belbasyir, Pendiri Fakultas Dirasat Islamiyyah di Maroko, Dubes RI untuk Kerajaan Maroko dan Stafnya, delegasi mahasiswa Maroko, delegasi perhimpunan mahasiswa Malaysia, Thailand dan sudan di Maroko serta Donatur dan sponsor. Acara pembukaan ini berlangsung mulai pukul 10.00 – 14.00.

Rangkaian agenda Konfercab kali ini diawali dengan pembukaan Konferensi, yang diisi dengan sambutan-sambutan, termasuk sambutan dari ulama Maroko, pemutaran video dokumenter NU berbahasa Arab, dialog terbuka dengan ulama Maroko dan tamu Undangan  dan penampilan tradisi ke-NU-an oleh para Mahasiswa STAINU yang sedang menempuh studi kelas Internasional di Univ. Ibnu Tofeil, Kenetra-Maroko. Ketika acara pembukaan ini berlangsung sempat diliput dan diadakan wawancara terlebih dahulu dengan wartawan telivisi terkenal Maroko.

Acara Dialog terbuka dengan ulama Maroko dan tamu undangan ini dipandu oleh H M. Sabiq al Hady, MA. (Mustasyar NU Maroko) dan Prof. Dr. Mariam Ait Ahmed sebagai Narasumbernya dengan tema “Prospek Dialog Agama dan Budaya antara Indonesia dan Maroko” dalam ruang lingkup ”Peran Mahasiswa Nahdlatul Ulama di Maroko”. Untuk mencapai target “Membuka peluang kerjasama NU dengan Ulama Maroko”. 

Di akhir kata sambutannya, Prof. Dr. Mariam Ait Ahmed mengapresiasi rangkaian acara konfercab kali ini, Beliau mengatakan, dirinya akan selalu mendukung agenda-agenda kegiatan PCINU Maroko ke depan dan mengajak bergabung dengan event-event besar yang ia adakan. Sedangkan Syeikh Hasan bin Ali Al Syarif al Kattani, menyatakan siap mengadakan tukar pengalaman tentang paham keislaman orang Indonesia yang nota bene bermadzhab Syafii dengan mengirimkan peneliti-peneliti NU ke Maroko dan sebalikanya.

Kamis, 18 Oktober 2012

PBNU Umumkan Penerima Beasiswa Maroko


Di depan Air Port Mohamed V Casablanca-Maroko
Jakarta - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah mengumumkan hasil seleksi calon penerima beasiswa belajar ke Maroko yang terdiri dari 9 peserta untuk program S1, 5 peserta untuk program S2 dan 1 peserta untuk program S3.

Program beasiswa untuk kader NU ini merupakan hasil kerjasama PBNU dengan Kementerian Wakaf dan Urusan Ke-Islaman Kerajaan Maroko. Berikut ini nama-nama penerima beasiswa Maroko:

Peserta Program S1
1. Marajo
2. Afif Husen
3. Tashfiyyatul Fikriyyah
4. Sri Hidayanti
5. Irvan Maulana
6. Muannif Ridwan
7. Achmad Fauzul Walid
8. Moch Nurul Alim
9. Khoirun Nasihin

Peserta Program S2

1.  Abdul Gofur, Lc
2. Durrotul Yatimah
3. Nur Laela
4. Alvian Iqbal Zahasfan
5. Muhamad Mansyur

Peserta Program S3

1. Ahmad Faiz bin Irsyad

Kepada nama-nama yang dinyatakan lulus, diminta untuk segera melengkapi persyaratan pendaftaran berupa fotocopy ijazah terakhir dan daftar nilai yang dilegalisir, fotokopi, akte kelahiran, surat keterangan dokter yang masih berlaku, surat keterangan kepolisian yang masih berlaku yang dilegalisir.


Kecuali bagi para calon penerima beasiswa yang sudah memiliki ijazah yang berbahasa Arab, semua dokumen tersebut diatas harus diterjemahkan ke dalam bahasa arab oleh penterjemah resmi tersumpah di Jakarta.


Peserta yang lulus agar segera mengumpulkan dan menyampaikan berkas-berkas kelengkapan yang diminta kepada panitia paling lambat tanggal 9 Juli 2010.


Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi panitia: Dr. Ahmad Ridho, (0815-8643-1808), Dr. Nasrullah Jasam (0813-1462-9654), Muhammad Dawam Sukardi (0856-102-3524), Ulil Hadrawi (0812-190-2011), atau Muhammad Zuhdi (0812-811-9754). (
Editor    : KPP

SEKILAS KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

Kabupaten Indragiri Hilir dengan Ibu Kota Tembilahan adalah sebuah daerah dengan perkebunan kelapa terluas di Indonesia bahkan di dunia yang terletak di bagian selatan Provinsi Riau. Daerah ini terkenal dengan julukan "Negeri Seribu Parit" karena daerah ini terdiri dari perairan, sungai, rawa-rawa, dan perkebunan kelapa yang dipisahkan oleh ribuan parit.
Informasi Umum
Secara geografis daerah ini berada pada 0°36´ LU, 1°07´ LS dan antara 102°32´ dan 104°10 BT, dengan luas daerah 13.798,37 km², lautan 6,318 dan perairan umum 888,97 km² yang berbatasan dengan daerah sebagai berikut :
Utara : Kabupaten Tanjung Jabung, Provinsi Jambi
Selatan : Kabupaten Pelalawan
Barat : Kabupaten Indragiri Hulu
Timur : Kabupaten Kepulauan Kepri
Jumlah penduduk Kabupaten Indragiri Hilir mencapai 647.512 jiwa yang terdiri dari sejumlah suku/ etnik, seperti Banjar dari Kalimantan, Bugis dari Sulawesi, dan Melayu dari Jambi. Sementara ekonomi Kabupaten Indragiri Hilir bersandar pada sektor perkebunan yang meliputi tanaman pangan, perkebunan, perikanan, dan kehutanan. Berdasarkan aktifitas bisnis/ sumber kehidupan, Kabupaten Indragiri Hilir terdiri dari 69.01% sektor pertanian, 8.58% pelayanan, 7.74% perdagangan, 1.54% industri dan yang lain-lain 1.54%. Luas areal untuk sektor pertanian adalah 38.181 Ha, sementara sektor perkebunan memiliki lahan seluas 607.708 Ha.
Kabupaten Indragiri Hilir memiliki iklim tropis basah, dengan curah hujan tertinggi 1.300 mm. Musim penghujan tiba pada bulan Oktober hingga Maret, dan musim kemarau tanpa hujan berlangsung selama 3 (tiga) bulan dan menimbulkan masalah dalam memperoleh air bersih , irigasi dan lain-lain. Arus angin sepanjang tahun merupakan angin utara dan angin selatan. Sepanjang musim angin utara, gelombang dan pasang relatif tinggi hingga mampu membawa air asin ke arah hulu sungai.
Secara umum kondisi tanah terdiri dari tanah gambut dan rawa-rawa yang sangat cocok untuk perkebunan kelapa hybrida, itulah sebabnya Kabupaten Indragiri Hilir berperan sebagai lumbung kelapa di Provinsi Riau bahkan di Indonesia. Posisi Indragiri Hilir yang strategis memainkan peranan penting untuk perkembangan daerah dimasa depan karena daerah ini didukung oleh 2 pelabuhan laut yang diperuntukkan bagi aktifitas ekspor lintas batas yaitu Pelabuhan Sungai Guntung dan Kuala Enok.
Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mendukung kelancaran aktifitas dunia usaha, pemerintah daerah telah membangun beberapa fasilitas dan infrastruktur. Adapun fasilitas yang telah tersedia di daerah ini merupakan; transportasi darat (dapat diakses oleh kendaraan roda 4), transportasi udara (Bandara Baru di Sungai Salak/ Tempuling, yang akan segera dioperasikan), transportasi laut (Pelabuhan), dibangun di 3 (tiga) lokasi: Kuala Enok, Sungai Guntung, dan Kuala Gaung. Jaringan listrik disupplai di 32 cabang dengan total kapasitas (49.986.196 KWH), Telekomunikasi (telepon kabel, telepon selular dan internet), Fasilitas Kesehatan (1 Rumah Sakit gawat darurat 24 jam & Puskesmas di setiap Kecamatan), supplai air bersih dikelola PDAM, kapasitas 125 1/detik di 7 Ibu Kota Kecamatan, dan fasilitas pendukung lainnya; Perbankan (Bank Nasional & Daerah), Akomodasi (Hotel & penginapan).

Unit Pelayanan Terpadu

Pendirian Unit Pelayanan Terpadu pada pokoknya ditujukan bagi perbaikan pelayanan dan fasilitas masyarakat dalam urusan perizinan dan juga upaya menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi aktifis dunia usaha/ bisnis.

Sumber: http://www.riau.go.id

Selasa, 09 Oktober 2012

Pengitung Kurs Mata Uang.


Silahkan dicoba !!!
Semoga Bermanfaat.


http://www.currency-converter.com/


http://www.xe.com/ucc/

CURRENCY CONVERTER WIDGET

 
  

Minggu, 30 September 2012

Warga NU Maroko Meriahkan 1000 Hari Gus Dur

Pembacaan Maulid Diba'i
Kenitera, NU Online
Komunitas Warga Nahdliyyin Maroko yang tergabung dalam Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Maroko turut memeriahkan peringatan 1000 hari wafatnya KH Abdurraham Wahid (Gus dur). 

Acara ini berlangsung selama kurang lebih sehari penuh (29/9) yang bertempat di wisma mahasiswa STAINU kelas internasional di kota Kenitera-Maroko. 

Peringatan ini dihadiri oleh Duta Besar RI untuk Kerajaan Maroko, KH. Tosari Wijaya yang didampingi Sekprinya H Husnul Amal Mas’ud yang juga sebagai Dewan Mustasyar PCINU Maroko, Pejabat KBRI Rabat dan Mahasiswa Indonesia di Maroko yang terdiri dari berbagai kota di Maroko.

Turut hadir juga dalam acara ini dosen tetap di program studi Aqidah dan Filsafat dan Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, DrH Zuhri Amin yang sedang mengadakan Penelitian tenntang Filsafat Ibnu Hazm di Maroko. 

Rangkaian acara peringatan ini dimulai sejak sore hari hingga tengah malam, dimulai dengan Diskusi  ilmiah dengan tema “Mengkaji Pluralitas Pemikiran Gus Dur" dengan pembicara Zuhri Amin yang dipandu langsung oleh Sekjen PCINU Maroko, Rifqi Maula.

Diskusi berlangsung mulai ba’da Ashar hingga masuk sholat Maghrib. Setelah sholat Maghrib kemudian dilanjutkan dengan Tahlilan, pembacaan Maulid Diba’i dan tausiyah Dubes RI dalam mengenang sosok Gus Dur. 

Setelah selesai ramah tamah dan kenduri (makan malam bersama), acara ini dilanjutkan dengan diskusi mengenai Proyek Penulisan Biografi Gus Dur dengan Bahasa Arab yang akan dipasarkan ke Masyarakat Maroko. Mengingat NU di Maroko sudah mulai dikenal dan diminati ulama dan tokoh masyarakat Maroko. Acara ini berakhir hingga pukul 01.00 malam.

Dalam tausiyahnya, Dubes RI Tosari Wijaya menceritakan, “Gus dur itu pernah tinggal di maroko selama tiga bulan bukan untuk kuliah, melainkan hanya untuk melahap buku-buku karangan ulama terkenal Maroko. Beliau  sempat mengatakan kalau seandainya saya tidak membaca buku “Al-Akhlaq” karangan Ibnu Rusyd dari Aritoteles ini maka saya akan menjadi Teroris”. 

Menurutnya, sikap toleransi luar biasa yang tertanam pada diri Gus dur itu sangat dipengaruhi oleh isi buku ini. Bahkan sampai Gus dur berpesan kepada beliau yang ketika itu akan ditugaskan untuk menjadi Dubes RI Untuk Maroko, “Mas Tosari, sampeyan harus mengunjungi perpustakaan di Fes dan sampaikan salam terima kasih saya ke pengurusnya,” ujarnya. 

Foto bersama usai acara Tahlilan dan Dibaan
Sumber: http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,45-id,40033-lang,id-c,internasional-t,Warga+NU+Maroko+Meriahkan+1000+Hari+Gus+Dur-.phpx

Rabu, 19 September 2012

Mahasiswa STAINU di Maroko, Gelar Wisata Religi




Begitu banyak tradisi religi yang biasa dilakukan warga Nahdliyyin untuk menghidupkan sunnah Rasululah Saw. salah satunya adalah ziarah kubur.  Mahasiswa STAINU kelas Internasional di Maroko, mereka tak mau kehilangan tradisi ke-NU-annya. Tepat pada hari sabtu 08/09/2012 mereka mengadakan wisata religi dengan mengunjungi makam para wali dan pembesar Maroko serta beberapa tempat sejarah kebudayaan Islam.

Wisata religi kali ini, difokuskan mengunjungi dua kota besar Maroko, Fez dan Meknes yang terkenal dengan banyak makam para wali dan pembesar Maroko itu. Ziarah ini dimulai dari kota Meknes yang terletak 140 KM dari kota Rabat dengan mengunjungi Volubilis atau Oualili dalam sebutan bahasa Arab-Maroko, yaitu puing-puing peninggalan kerajaan Romawi kuno dan Dareh (Kuburan) Moulay Idris Akbar yang dipercayai masih mempunyai keturunan dengan Rasullullah Saw. dan raja Maroko.

Semetara untuk wisata di kota Fez, kali ini  rombongan mahasiswa STAINU itu mengunjungi makam Ibn Al-‘Arabi yang bernama lengkap Abu bakar bin Al-‘Arabi Muhammad bin Abdullah bin Muhammad Al-Hafiz Al-Maliki Al-Mu’afiri, lahir Sevilla-Spanyol(468 H). Beliau dikenal sebagai ahli tafsir, Hadits, Sastra dan hukum Islam. Salah satu kitabnya yang paling fenomenal adalah Ahkamul Qur’an. Beliau meninggal di Fez pada musim semi (543 H).

Kemudian ziarah kali ini dilanjutkan ke Masjid dan Univ. Al-Qurawiyyin, yang berdiri pada tahun 859 H oleh Fatima, putri muda saudagar imigran yang sukses asal Qayrawani-Tunis. Konon, dari Al-qurawiyyin ini lahir sarjana-sarjana kaliber dunia seperti Ibnu Rusyd (1321 M) dan ibnu Khaldun (1359 M) serta beberapa tokoh nasional maupun internasional Maroko saat ini. Univ.al-Qurawiyyin ini tetap menjadi kekuatan tradisi Ilmu keislaman terutama dalam hukum Islam.

Setelah mengunjungi tempat ini, mereka melanjutkan ziarahnya ke makam Sayyidul Auliya Syeikh Ahmad bin Muhammad Al-Tijani yang lahir di Ain Madhi (kini bernama Aljazair). Ia dikenal sebagai ulama cerdas, menguasai Al-Quran sejak berusia tujuh tahun dan mengeluarkan fatwanya yang pertama pada usia 15 tahun. Ia mendirikan persaudaraan Sufi pada akhir abad ke-18 dengan menggunakan kalender Gregoria atau menuju awal abad ke-13 dalam kalender Hijriah. Banyak umat Islam saat itu yang mendatangi dirinya untuk mendengarkan ajaran ulama yang pernah menghabiskan waktunya untuk bermeditasi di Padang Sahara.
Bahkan Sultan Maroko saat itu, Moulay Slimane, mendukung Sheikh Tijani. Murid-murid Syeikh Tijani ini berasal dari berbagai negara tetangga. Mereka inilah yang mengajarkan ajaran gurunya. Saat ini ada jutaan pengikutnya di Afrika Barat dan Asia seperti Indonesia.

Selama berziarah, rombongan mahasiswa STAINU ini selalu melanggengkan Tahlil dan kirim doa kepada pemilik makam agar Allah Swt melimpahkan berkah ilmunya. Maka tak heran, jika para pengunjung lain terkagum-kagum menyaksikan rombongan ini yang selalu membaca al-fatihah dan surat-surat pilihan serta doa kepada si mayyit.

Dalam kunjungan ini diikuti juga oleh Dosen UIN Yogyakarta, Pakar filsafat Islam, Dr. H. Zuhri Amin yang sedang mengadakan penelitian tentang Ibnu Hazm, para pengurus cabang istimewa Nahdlatul Ulama(PCINU) Maroko, dan beberapa mahasiswa Indonesia di Maroko. Menurut jadwal yang ditentukan, rombongan mahasiswa STAINU ini akan kembali ke Indonesia sekitar akhir bulan Januari 2013 mendatang.

Senin, 17 September 2012

Melihat Tradisi Islam di Maroko

Di depan Masjid Hassan II



Maroko adalah Negeri eksotik di ujung barat dunia Islam. Maroko merupakan salah satu negera kerajaan dengan penduduk mayoritas muslim (98,7 % dan sisanya Yahudi). Agama Islam di negeri ini dikembangkan dengan menghargai tradisi lokal, seperti yang dilakukan oleh para dai atau wali songo ketika menyebarkan Islam di Nusantara.

Maroko juga dikenal sebagai negara Arab yang gaul, nuansa Eropanya kuat, tetapi tak kehilangan akar tradisi Arab dan Islam. Kebebasan berpendapat dan tradisi berpikir sangat terbuka di negeri Ibnu Batutah ini. Pemerintah tidak memaksa rakyatnya untuk berpola pikir secara kaku atau seragam. Barangkali salah satunya adalah karena faktor penguasa Maroko saat ini, Raja Muhammad VI, seorang lulusan Eropa yang berpikiran Modern. Ia bertekad untuk memodernkan Maroko, namun tetap melandaskannya kepada ajaran Islam.

Raja yang berusia 49 tahun ini sedang berupaya mempertahankan tradisi keagamaan yang berusia ribuan tahun dengan arus globalisasi. Maka tak heran, jika di negeri bekas jajahan Perancis dn Spanyol ini, simbol-simbol tradisi Islam tetap kelihatan. Aktifitas religius selalu semarak. Aneka ritual tarekat sufi bebas berekspresi. Di tengah kuatnya arus modernisasi dan globalisasi yang berhembus kencang dari Barat.

Ada Tradisi Kenduri di Maroko

Walaupun belum genap tiga tahun saya tinggal di negeri yang bermadzhab Maliki tulen  ini, paling tidak saya sudah bisa mengenal budaya dan tradisi yang berkembang dan mereka anut. Salah satu pengalaman yang cukup berkesan bagi saya, ketika saya sering diundang pada acara-acara jamuan makan mereka, baik itu pada walimah pengantin, tasyakuran, khitanan, maupun acara kirim do’a untuk mayit.

Di tanah air, acara seperti ini sangat populer sekali dengan istilah kenduri atau selamatan (slametan-jawa). Istilah tersebut di Maroko lebih akrab dengan sebutan zardah ( الزردة) / salkah (السلكة) dalam bahasa darijah (dialek) mereka. Salah satu budaya kenduri di indonesia yang masih eksis yaitu Tahlilan. Menurut kajian historis, tahlilan ini merupakan hasil akulturasi budaya Hindu. Kala itu para Muballigh Islam di indonesia yaitu wali songo berhasil melakukan dialog dan negoisasi dengan tradisi lokal. Sehingga Islam dapat diterima dengan mudah oleh masyarakat Indonesia.

Bagi warga Nahdliyin(NU), tahlilan memang merupakan tradisi kegemaran yang sudah mengakar dan masih terus dilestarikan hingga kini. Lain halnya dengan warga Muhammadiyyah, mereka memang agak sedikit alergi dengan tradisi tahlilan seperti ini. Konon menurut cerita, sebenaranya dahulu KH.Ahmad Dahlan sendiri juga sering tahlilan dan mengamalkan tradisi-tradisi NU lainnya. Karena Beliau lahir dari kalangan yang kental dengan budaya lokal, seperti Hindu dan Budha. Tapi belakangan ini, entah kenapa para penerusnya sangat alergi sekali dengan tahlilan dan ritual-ritual yang semisalnya. Wa allahu a’lam.

Satu hal yang sangat menarik bagi saya, ketika saya mendapatkan cerita dari salah seorang sahabat saya, anak Maroko yang baru saja ditinggal wafat ayahnya. Dia sempat bercerita kepada saya, bahwa kami biasanya mengadakan zardah dengan membaca Al-qur’an dengan memilih surat-surat khusus seperti surat Yasin, al-ikhlas, Muawidzatain, dan beberapa kalimat tayyibah seperti tahlil pada beberapa hari tertentu pasca kematian jenazah itu. Misalnya, ada beberapa sekelompok orang yang memperingati hari berkabung itu sejak hari pertama meninggalnya hingga hari ke-7 dan 40 setelah kematiannya.

Nah, ini merupakan salah satu bukti bahwa di Negeri seribu benteng ini, ternyata ada juga tradisi semacam kenduri yang mirip sekali dan bahkan kalau boleh saya bilang hampir sama persis dengan budaya kita di tanah air. Barang kali ini karena Syeikh Maulana Malik Ibrahim yang dikenal dengan Maulana Maghribi itu benar asalnya dari Maroko. Maka Islam di Maroko ini sangat kultural dan ramah terhadap budaya lokal sebagaimana yang berkembang di Indonesia. Beda dengan negara arab lainnya seperti Saudi.

Orang Maroko mempunyai tradisi yang unik saat menyajikan makanan, baik itu pada acara kenduri mau jamuan makan lainnya, mereka menyajikan menu makanan itu sebanyak tiga kali dan bahkan bisa lebih.
Jamuan makan di rumah konglomerat Maroko (Kambing guling)

Misalnya, menu pertama berupa  ikan laut, kemudian disusul dengan menu kedua, yaitu ayam dan ketiganya berupa daging sapi atau kambing. Bahkan mereka kalau menyajikan daging kambing terkadang berupa kambing utuhan (kambing guling) yang hanya dipotong kepala dan kakinya saja. Jadi, masaknya seperti masak ayam panggang (ingkung). Porsi menu tersebut menurut ukuran perut orang Indonesia, sangat luar biasa banyaknya. Soalnya bagi mereka satu ekor ayam itu untuk porsi satu orang atau bahkan kadang-kadang bisa lebih.

Budaya yang sering menjadi buah bibir sebagian ulama’ Indonesia ini, ternyata disini tak sedikit juga penggemarnya. Walaupun ada juga beberapa kelompok yang enggan mengikutinya khususnya diacara-acara jamuan makan yang diadakan pasca ada orang yang meninggal, atau sering kita kenal dengan istilah “kirim do’a kepada si mayyit”. Bagi kelompok yang kontra dalam masalah ini, mereka beranggapan bahwa acara itu tidak ada tuntunannya didalam syari’at Islam, sehingga itu termasuk bid’ah dan tentu sangat sesat dan menyesatkan. Kelompok yang kontra itu biasanya selalu berpedoman pada dalil yang sudah tidak asing lagi bagi kita umat islam, yaitu: “setiap perkara yang baru itu adalah bid’ah, dan setiap Bid’ah itu sesat, dan setiap yang sesat itu masuk neraka”. Dan argumen yang paling kuat bagi mereka bahwa ibadah itu bersifat tauqifi (tak bisa diedit/diotak-atik lagi).

Paham Aswaja di Maroko

Aqidah Asy’ariyah merupakan label agama dan budaya yang sangat kental serta menjadi identitas beragama di Maroko. Kenyataan ini telah diungkapkan oleh seorang penyair terkenal Maroko, Abdul wahid Ibn Asyir yang wafat pada tahun 1040 H dalam syairnya :
في عقد الأشعري وفقه مالك *** وفي طريقة الجنيد السالك
Kira-kira artinya kurang lebih: “Aqidahnya Asy’ariyah, fiqihnya imam Malik dan tarekat sufinya mengikuti Al Junaid”.
Salah satu bukit perbatasan Spanyol
Maka tidak heran, kalau paham Aswaja An-Nahdliyyah mudah diterima oleh warga muslim Maroko. Hal itu terbukti dengan ikut sertanya alim ulama Maroko dalam berbagai Moment yang diselenggarakan oleh Nahdlatul Ulama, seperti acara ICIS yang dihadiri oleh Prof. Dr. Idris Chalifa (Pakar Aqidah Asy-’Ariyyah Maroko) dan Dr. yessif (Penasehat Raja Maroko) dan Multaqo As-Sufi di Jakarta. Sedangkan di Maroko sendiri, acara pembukaan Konferensi I Nahdlatul Ulama cabang istimewa Maroko yang berlangsung pada Ahad 15 juli 2012 itu, telah dibuka secara resmi oleh salah seorang ulama Maroko, Prof. Dr. Mariam Ait Ahmed. Beliau juga pernah menghadiri Kongres Muslimat NU ke-16 di provinsi lampung.

Saat ini di Maroko telah berdiri komunitas warga NU yang tergabung dalam Pengurus cabang Istimewa  Nahdlatul Ulama (PCINU) Maroko. Komunitas Nahdliyyin ini terdiri dari kalangan pelajar, pejabat KBRI, TKI, dan WNA seperti Malaysia dan Maroko sendiri. Kini PCINU Maroko sudah mulai dikenal dan bekerjasama dengan beberapa lembaga dan organisasi kemasyarakatan di Maroko.

Kalau kita telusuri lebih jauh, di Maroko ini juga ada gerakan seperti salafy, tetapi mereka tidak berani muncul kepermukaan masyarakat secara terang-terangan. Maklumlah Maroko adalah Negara Kerajaan. Bahkan Jamaah Tabligh pun ada di Maroko ini. Penulis pernah menemuinya bahkan diundang dalam suatu acara yang mereka adakan, karena pada waktu itu kebetulan ada rombongan Jamaah tabligh dari Indonesia.

Telah dimuat di Koran Republika Senin, 17 September 2012, 11:54 WIB
klik: http://www.republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/kabar/12/09/17/mah9ca-melihat-tradisi-islam-di-maroko

Delegasi PCINU Hadiri Pekan Budaya di Maroko




Tangier, NU Online
Menjadi sebuah kehormatan khusus bagi PCINU Maroko. Kali ini diundang oleh Jam’iyyah Sidi Thalhah, Lembaga Pemerhati Lingkungan dan Karya Klasik yang bekerjasama dengan ASMIB (Assosiation Morocco Indonesia Brotherhood) untuk menghadiri acara Pekan Budaya dalam memperingati Sidi Thalhah dengan tema: “Perjuangan Al-Wali Sidi Thalhah Al-Darij dalam Memperjuangkan Kemerdekaan Maroko dan Pribadi Keagamaanya” yang berlangsung di dua kota, Tetouan dan Tanger 15-16 September 2012.
Acara ini dihadiri oleh Dubes RI untuk Kerajaan Maroko, KH. Tosari Wijaya yang diundang untuk menyampaikan pidatonya dalam pembukaan seminar Pekan Budaya ini. Turut hadir juga penasehat Hukum Menteri luar negeri Maroko, Dr.Ibrahim Amusi, Ketua Majlis Ilmi Tetouan,  Dr. Abdlu Ghofour An-Nasir, Sejarawan Maroko, Mohamed Ben Azuz Hakiem, Ketua organisasi Dakwah Islam Chefchaouen, Maroko, Ali Raisuni, Perwakilan Dubes Malaysia, Delegasi Pelajar Turki di Maroko, pejabat KBRI Rabat, para Tokoh dan Ulama Maroko serta tamu undangan. Sedangkan dari Delegasi PCINU sendiri diwakili oleh Dewan Mustasyar (H. Husnul Amal Masúd, Ma.), Sekretaris (Rifqi Maula) dan Koordonator LPNU (Sri Hidayanti) serta beberapa anggota NU Maroko.
Dalam acara ini, selain bertujuan memperingati sosok sidi Thalhah sebagai Pejuang Kemerdekaan Maroko. Juga diperingati sosok Almarhumah Mahsushoh Ujiati, Istri KH. Tosari Wijaya yang mendapatkan anugerah penghargaan sebagai pejuang muslimah hubungan Indonesia-Maroko yang wafat di Maroko pada tahun 2011 yang lalu.
Rangkaian acara ini diawali dengan pembukaan seminar yang diisi oleh sambutan-sambutan dari beberapa Tokoh dan Pakar sejarah Maroko. Tidak ketinggalan pula tim Rebana PPI Maroko yang tergabung dalam anggota luar biasa (STAINU), ikut memeriahkan pembukaan Pekan Budaya ini. Acara ini masih berlangsung dengan berbagai agenda seperti Festival musik khas Maroko dan sholawatan yang akan diselenggarakan di Malosa-Tanger.
Dubes RI untuk Kerajaan Maroko dalam pidatonya mengatakan, “Ketika kita membicarakan hubungan Indonesia-Maroko, maka tidak pernah terpisahkan dari peran ulama Maroko dalam penyebaran Islam di Indonesia, seperti Ibnu Bathutoh dan Maulana Malik Ibrahim serta Pejuang Imama Bonjol yang Ibunya berasal dari Maroko. Maka tidak heran jika Islam Moderat di Indonesia sama dengan Islam Moderat di Maroko.”
Prof. Dr. Mariam Ait Ahmed dalam sambutannya mengatakan,”saya sangat salut dengan warga Indonesia yang sangat menghormati ulama Maroko dan karya-karyanya, seperti melanggengkan Dalailul Khoirat dalam setiap wiridnya…”

telah dimuat di NUonline: Senin, 17/09/2012 09:58