Selamat Datang

Selamat Datang

Pages

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

My Photos

Minggu, 30 September 2012

Warga NU Maroko Meriahkan 1000 Hari Gus Dur

Pembacaan Maulid Diba'i
Kenitera, NU Online
Komunitas Warga Nahdliyyin Maroko yang tergabung dalam Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Maroko turut memeriahkan peringatan 1000 hari wafatnya KH Abdurraham Wahid (Gus dur). 

Acara ini berlangsung selama kurang lebih sehari penuh (29/9) yang bertempat di wisma mahasiswa STAINU kelas internasional di kota Kenitera-Maroko. 

Peringatan ini dihadiri oleh Duta Besar RI untuk Kerajaan Maroko, KH. Tosari Wijaya yang didampingi Sekprinya H Husnul Amal Mas’ud yang juga sebagai Dewan Mustasyar PCINU Maroko, Pejabat KBRI Rabat dan Mahasiswa Indonesia di Maroko yang terdiri dari berbagai kota di Maroko.

Turut hadir juga dalam acara ini dosen tetap di program studi Aqidah dan Filsafat dan Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, DrH Zuhri Amin yang sedang mengadakan Penelitian tenntang Filsafat Ibnu Hazm di Maroko. 

Rangkaian acara peringatan ini dimulai sejak sore hari hingga tengah malam, dimulai dengan Diskusi  ilmiah dengan tema “Mengkaji Pluralitas Pemikiran Gus Dur" dengan pembicara Zuhri Amin yang dipandu langsung oleh Sekjen PCINU Maroko, Rifqi Maula.

Diskusi berlangsung mulai ba’da Ashar hingga masuk sholat Maghrib. Setelah sholat Maghrib kemudian dilanjutkan dengan Tahlilan, pembacaan Maulid Diba’i dan tausiyah Dubes RI dalam mengenang sosok Gus Dur. 

Setelah selesai ramah tamah dan kenduri (makan malam bersama), acara ini dilanjutkan dengan diskusi mengenai Proyek Penulisan Biografi Gus Dur dengan Bahasa Arab yang akan dipasarkan ke Masyarakat Maroko. Mengingat NU di Maroko sudah mulai dikenal dan diminati ulama dan tokoh masyarakat Maroko. Acara ini berakhir hingga pukul 01.00 malam.

Dalam tausiyahnya, Dubes RI Tosari Wijaya menceritakan, “Gus dur itu pernah tinggal di maroko selama tiga bulan bukan untuk kuliah, melainkan hanya untuk melahap buku-buku karangan ulama terkenal Maroko. Beliau  sempat mengatakan kalau seandainya saya tidak membaca buku “Al-Akhlaq” karangan Ibnu Rusyd dari Aritoteles ini maka saya akan menjadi Teroris”. 

Menurutnya, sikap toleransi luar biasa yang tertanam pada diri Gus dur itu sangat dipengaruhi oleh isi buku ini. Bahkan sampai Gus dur berpesan kepada beliau yang ketika itu akan ditugaskan untuk menjadi Dubes RI Untuk Maroko, “Mas Tosari, sampeyan harus mengunjungi perpustakaan di Fes dan sampaikan salam terima kasih saya ke pengurusnya,” ujarnya. 

Foto bersama usai acara Tahlilan dan Dibaan
Sumber: http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,45-id,40033-lang,id-c,internasional-t,Warga+NU+Maroko+Meriahkan+1000+Hari+Gus+Dur-.phpx

Rabu, 19 September 2012

Mahasiswa STAINU di Maroko, Gelar Wisata Religi




Begitu banyak tradisi religi yang biasa dilakukan warga Nahdliyyin untuk menghidupkan sunnah Rasululah Saw. salah satunya adalah ziarah kubur.  Mahasiswa STAINU kelas Internasional di Maroko, mereka tak mau kehilangan tradisi ke-NU-annya. Tepat pada hari sabtu 08/09/2012 mereka mengadakan wisata religi dengan mengunjungi makam para wali dan pembesar Maroko serta beberapa tempat sejarah kebudayaan Islam.

Wisata religi kali ini, difokuskan mengunjungi dua kota besar Maroko, Fez dan Meknes yang terkenal dengan banyak makam para wali dan pembesar Maroko itu. Ziarah ini dimulai dari kota Meknes yang terletak 140 KM dari kota Rabat dengan mengunjungi Volubilis atau Oualili dalam sebutan bahasa Arab-Maroko, yaitu puing-puing peninggalan kerajaan Romawi kuno dan Dareh (Kuburan) Moulay Idris Akbar yang dipercayai masih mempunyai keturunan dengan Rasullullah Saw. dan raja Maroko.

Semetara untuk wisata di kota Fez, kali ini  rombongan mahasiswa STAINU itu mengunjungi makam Ibn Al-‘Arabi yang bernama lengkap Abu bakar bin Al-‘Arabi Muhammad bin Abdullah bin Muhammad Al-Hafiz Al-Maliki Al-Mu’afiri, lahir Sevilla-Spanyol(468 H). Beliau dikenal sebagai ahli tafsir, Hadits, Sastra dan hukum Islam. Salah satu kitabnya yang paling fenomenal adalah Ahkamul Qur’an. Beliau meninggal di Fez pada musim semi (543 H).

Kemudian ziarah kali ini dilanjutkan ke Masjid dan Univ. Al-Qurawiyyin, yang berdiri pada tahun 859 H oleh Fatima, putri muda saudagar imigran yang sukses asal Qayrawani-Tunis. Konon, dari Al-qurawiyyin ini lahir sarjana-sarjana kaliber dunia seperti Ibnu Rusyd (1321 M) dan ibnu Khaldun (1359 M) serta beberapa tokoh nasional maupun internasional Maroko saat ini. Univ.al-Qurawiyyin ini tetap menjadi kekuatan tradisi Ilmu keislaman terutama dalam hukum Islam.

Setelah mengunjungi tempat ini, mereka melanjutkan ziarahnya ke makam Sayyidul Auliya Syeikh Ahmad bin Muhammad Al-Tijani yang lahir di Ain Madhi (kini bernama Aljazair). Ia dikenal sebagai ulama cerdas, menguasai Al-Quran sejak berusia tujuh tahun dan mengeluarkan fatwanya yang pertama pada usia 15 tahun. Ia mendirikan persaudaraan Sufi pada akhir abad ke-18 dengan menggunakan kalender Gregoria atau menuju awal abad ke-13 dalam kalender Hijriah. Banyak umat Islam saat itu yang mendatangi dirinya untuk mendengarkan ajaran ulama yang pernah menghabiskan waktunya untuk bermeditasi di Padang Sahara.
Bahkan Sultan Maroko saat itu, Moulay Slimane, mendukung Sheikh Tijani. Murid-murid Syeikh Tijani ini berasal dari berbagai negara tetangga. Mereka inilah yang mengajarkan ajaran gurunya. Saat ini ada jutaan pengikutnya di Afrika Barat dan Asia seperti Indonesia.

Selama berziarah, rombongan mahasiswa STAINU ini selalu melanggengkan Tahlil dan kirim doa kepada pemilik makam agar Allah Swt melimpahkan berkah ilmunya. Maka tak heran, jika para pengunjung lain terkagum-kagum menyaksikan rombongan ini yang selalu membaca al-fatihah dan surat-surat pilihan serta doa kepada si mayyit.

Dalam kunjungan ini diikuti juga oleh Dosen UIN Yogyakarta, Pakar filsafat Islam, Dr. H. Zuhri Amin yang sedang mengadakan penelitian tentang Ibnu Hazm, para pengurus cabang istimewa Nahdlatul Ulama(PCINU) Maroko, dan beberapa mahasiswa Indonesia di Maroko. Menurut jadwal yang ditentukan, rombongan mahasiswa STAINU ini akan kembali ke Indonesia sekitar akhir bulan Januari 2013 mendatang.

Senin, 17 September 2012

Melihat Tradisi Islam di Maroko

Di depan Masjid Hassan II



Maroko adalah Negeri eksotik di ujung barat dunia Islam. Maroko merupakan salah satu negera kerajaan dengan penduduk mayoritas muslim (98,7 % dan sisanya Yahudi). Agama Islam di negeri ini dikembangkan dengan menghargai tradisi lokal, seperti yang dilakukan oleh para dai atau wali songo ketika menyebarkan Islam di Nusantara.

Maroko juga dikenal sebagai negara Arab yang gaul, nuansa Eropanya kuat, tetapi tak kehilangan akar tradisi Arab dan Islam. Kebebasan berpendapat dan tradisi berpikir sangat terbuka di negeri Ibnu Batutah ini. Pemerintah tidak memaksa rakyatnya untuk berpola pikir secara kaku atau seragam. Barangkali salah satunya adalah karena faktor penguasa Maroko saat ini, Raja Muhammad VI, seorang lulusan Eropa yang berpikiran Modern. Ia bertekad untuk memodernkan Maroko, namun tetap melandaskannya kepada ajaran Islam.

Raja yang berusia 49 tahun ini sedang berupaya mempertahankan tradisi keagamaan yang berusia ribuan tahun dengan arus globalisasi. Maka tak heran, jika di negeri bekas jajahan Perancis dn Spanyol ini, simbol-simbol tradisi Islam tetap kelihatan. Aktifitas religius selalu semarak. Aneka ritual tarekat sufi bebas berekspresi. Di tengah kuatnya arus modernisasi dan globalisasi yang berhembus kencang dari Barat.

Ada Tradisi Kenduri di Maroko

Walaupun belum genap tiga tahun saya tinggal di negeri yang bermadzhab Maliki tulen  ini, paling tidak saya sudah bisa mengenal budaya dan tradisi yang berkembang dan mereka anut. Salah satu pengalaman yang cukup berkesan bagi saya, ketika saya sering diundang pada acara-acara jamuan makan mereka, baik itu pada walimah pengantin, tasyakuran, khitanan, maupun acara kirim do’a untuk mayit.

Di tanah air, acara seperti ini sangat populer sekali dengan istilah kenduri atau selamatan (slametan-jawa). Istilah tersebut di Maroko lebih akrab dengan sebutan zardah ( الزردة) / salkah (السلكة) dalam bahasa darijah (dialek) mereka. Salah satu budaya kenduri di indonesia yang masih eksis yaitu Tahlilan. Menurut kajian historis, tahlilan ini merupakan hasil akulturasi budaya Hindu. Kala itu para Muballigh Islam di indonesia yaitu wali songo berhasil melakukan dialog dan negoisasi dengan tradisi lokal. Sehingga Islam dapat diterima dengan mudah oleh masyarakat Indonesia.

Bagi warga Nahdliyin(NU), tahlilan memang merupakan tradisi kegemaran yang sudah mengakar dan masih terus dilestarikan hingga kini. Lain halnya dengan warga Muhammadiyyah, mereka memang agak sedikit alergi dengan tradisi tahlilan seperti ini. Konon menurut cerita, sebenaranya dahulu KH.Ahmad Dahlan sendiri juga sering tahlilan dan mengamalkan tradisi-tradisi NU lainnya. Karena Beliau lahir dari kalangan yang kental dengan budaya lokal, seperti Hindu dan Budha. Tapi belakangan ini, entah kenapa para penerusnya sangat alergi sekali dengan tahlilan dan ritual-ritual yang semisalnya. Wa allahu a’lam.

Satu hal yang sangat menarik bagi saya, ketika saya mendapatkan cerita dari salah seorang sahabat saya, anak Maroko yang baru saja ditinggal wafat ayahnya. Dia sempat bercerita kepada saya, bahwa kami biasanya mengadakan zardah dengan membaca Al-qur’an dengan memilih surat-surat khusus seperti surat Yasin, al-ikhlas, Muawidzatain, dan beberapa kalimat tayyibah seperti tahlil pada beberapa hari tertentu pasca kematian jenazah itu. Misalnya, ada beberapa sekelompok orang yang memperingati hari berkabung itu sejak hari pertama meninggalnya hingga hari ke-7 dan 40 setelah kematiannya.

Nah, ini merupakan salah satu bukti bahwa di Negeri seribu benteng ini, ternyata ada juga tradisi semacam kenduri yang mirip sekali dan bahkan kalau boleh saya bilang hampir sama persis dengan budaya kita di tanah air. Barang kali ini karena Syeikh Maulana Malik Ibrahim yang dikenal dengan Maulana Maghribi itu benar asalnya dari Maroko. Maka Islam di Maroko ini sangat kultural dan ramah terhadap budaya lokal sebagaimana yang berkembang di Indonesia. Beda dengan negara arab lainnya seperti Saudi.

Orang Maroko mempunyai tradisi yang unik saat menyajikan makanan, baik itu pada acara kenduri mau jamuan makan lainnya, mereka menyajikan menu makanan itu sebanyak tiga kali dan bahkan bisa lebih.
Jamuan makan di rumah konglomerat Maroko (Kambing guling)

Misalnya, menu pertama berupa  ikan laut, kemudian disusul dengan menu kedua, yaitu ayam dan ketiganya berupa daging sapi atau kambing. Bahkan mereka kalau menyajikan daging kambing terkadang berupa kambing utuhan (kambing guling) yang hanya dipotong kepala dan kakinya saja. Jadi, masaknya seperti masak ayam panggang (ingkung). Porsi menu tersebut menurut ukuran perut orang Indonesia, sangat luar biasa banyaknya. Soalnya bagi mereka satu ekor ayam itu untuk porsi satu orang atau bahkan kadang-kadang bisa lebih.

Budaya yang sering menjadi buah bibir sebagian ulama’ Indonesia ini, ternyata disini tak sedikit juga penggemarnya. Walaupun ada juga beberapa kelompok yang enggan mengikutinya khususnya diacara-acara jamuan makan yang diadakan pasca ada orang yang meninggal, atau sering kita kenal dengan istilah “kirim do’a kepada si mayyit”. Bagi kelompok yang kontra dalam masalah ini, mereka beranggapan bahwa acara itu tidak ada tuntunannya didalam syari’at Islam, sehingga itu termasuk bid’ah dan tentu sangat sesat dan menyesatkan. Kelompok yang kontra itu biasanya selalu berpedoman pada dalil yang sudah tidak asing lagi bagi kita umat islam, yaitu: “setiap perkara yang baru itu adalah bid’ah, dan setiap Bid’ah itu sesat, dan setiap yang sesat itu masuk neraka”. Dan argumen yang paling kuat bagi mereka bahwa ibadah itu bersifat tauqifi (tak bisa diedit/diotak-atik lagi).

Paham Aswaja di Maroko

Aqidah Asy’ariyah merupakan label agama dan budaya yang sangat kental serta menjadi identitas beragama di Maroko. Kenyataan ini telah diungkapkan oleh seorang penyair terkenal Maroko, Abdul wahid Ibn Asyir yang wafat pada tahun 1040 H dalam syairnya :
في عقد الأشعري وفقه مالك *** وفي طريقة الجنيد السالك
Kira-kira artinya kurang lebih: “Aqidahnya Asy’ariyah, fiqihnya imam Malik dan tarekat sufinya mengikuti Al Junaid”.
Salah satu bukit perbatasan Spanyol
Maka tidak heran, kalau paham Aswaja An-Nahdliyyah mudah diterima oleh warga muslim Maroko. Hal itu terbukti dengan ikut sertanya alim ulama Maroko dalam berbagai Moment yang diselenggarakan oleh Nahdlatul Ulama, seperti acara ICIS yang dihadiri oleh Prof. Dr. Idris Chalifa (Pakar Aqidah Asy-’Ariyyah Maroko) dan Dr. yessif (Penasehat Raja Maroko) dan Multaqo As-Sufi di Jakarta. Sedangkan di Maroko sendiri, acara pembukaan Konferensi I Nahdlatul Ulama cabang istimewa Maroko yang berlangsung pada Ahad 15 juli 2012 itu, telah dibuka secara resmi oleh salah seorang ulama Maroko, Prof. Dr. Mariam Ait Ahmed. Beliau juga pernah menghadiri Kongres Muslimat NU ke-16 di provinsi lampung.

Saat ini di Maroko telah berdiri komunitas warga NU yang tergabung dalam Pengurus cabang Istimewa  Nahdlatul Ulama (PCINU) Maroko. Komunitas Nahdliyyin ini terdiri dari kalangan pelajar, pejabat KBRI, TKI, dan WNA seperti Malaysia dan Maroko sendiri. Kini PCINU Maroko sudah mulai dikenal dan bekerjasama dengan beberapa lembaga dan organisasi kemasyarakatan di Maroko.

Kalau kita telusuri lebih jauh, di Maroko ini juga ada gerakan seperti salafy, tetapi mereka tidak berani muncul kepermukaan masyarakat secara terang-terangan. Maklumlah Maroko adalah Negara Kerajaan. Bahkan Jamaah Tabligh pun ada di Maroko ini. Penulis pernah menemuinya bahkan diundang dalam suatu acara yang mereka adakan, karena pada waktu itu kebetulan ada rombongan Jamaah tabligh dari Indonesia.

Telah dimuat di Koran Republika Senin, 17 September 2012, 11:54 WIB
klik: http://www.republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/kabar/12/09/17/mah9ca-melihat-tradisi-islam-di-maroko

Delegasi PCINU Hadiri Pekan Budaya di Maroko




Tangier, NU Online
Menjadi sebuah kehormatan khusus bagi PCINU Maroko. Kali ini diundang oleh Jam’iyyah Sidi Thalhah, Lembaga Pemerhati Lingkungan dan Karya Klasik yang bekerjasama dengan ASMIB (Assosiation Morocco Indonesia Brotherhood) untuk menghadiri acara Pekan Budaya dalam memperingati Sidi Thalhah dengan tema: “Perjuangan Al-Wali Sidi Thalhah Al-Darij dalam Memperjuangkan Kemerdekaan Maroko dan Pribadi Keagamaanya” yang berlangsung di dua kota, Tetouan dan Tanger 15-16 September 2012.
Acara ini dihadiri oleh Dubes RI untuk Kerajaan Maroko, KH. Tosari Wijaya yang diundang untuk menyampaikan pidatonya dalam pembukaan seminar Pekan Budaya ini. Turut hadir juga penasehat Hukum Menteri luar negeri Maroko, Dr.Ibrahim Amusi, Ketua Majlis Ilmi Tetouan,  Dr. Abdlu Ghofour An-Nasir, Sejarawan Maroko, Mohamed Ben Azuz Hakiem, Ketua organisasi Dakwah Islam Chefchaouen, Maroko, Ali Raisuni, Perwakilan Dubes Malaysia, Delegasi Pelajar Turki di Maroko, pejabat KBRI Rabat, para Tokoh dan Ulama Maroko serta tamu undangan. Sedangkan dari Delegasi PCINU sendiri diwakili oleh Dewan Mustasyar (H. Husnul Amal Masúd, Ma.), Sekretaris (Rifqi Maula) dan Koordonator LPNU (Sri Hidayanti) serta beberapa anggota NU Maroko.
Dalam acara ini, selain bertujuan memperingati sosok sidi Thalhah sebagai Pejuang Kemerdekaan Maroko. Juga diperingati sosok Almarhumah Mahsushoh Ujiati, Istri KH. Tosari Wijaya yang mendapatkan anugerah penghargaan sebagai pejuang muslimah hubungan Indonesia-Maroko yang wafat di Maroko pada tahun 2011 yang lalu.
Rangkaian acara ini diawali dengan pembukaan seminar yang diisi oleh sambutan-sambutan dari beberapa Tokoh dan Pakar sejarah Maroko. Tidak ketinggalan pula tim Rebana PPI Maroko yang tergabung dalam anggota luar biasa (STAINU), ikut memeriahkan pembukaan Pekan Budaya ini. Acara ini masih berlangsung dengan berbagai agenda seperti Festival musik khas Maroko dan sholawatan yang akan diselenggarakan di Malosa-Tanger.
Dubes RI untuk Kerajaan Maroko dalam pidatonya mengatakan, “Ketika kita membicarakan hubungan Indonesia-Maroko, maka tidak pernah terpisahkan dari peran ulama Maroko dalam penyebaran Islam di Indonesia, seperti Ibnu Bathutoh dan Maulana Malik Ibrahim serta Pejuang Imama Bonjol yang Ibunya berasal dari Maroko. Maka tidak heran jika Islam Moderat di Indonesia sama dengan Islam Moderat di Maroko.”
Prof. Dr. Mariam Ait Ahmed dalam sambutannya mengatakan,”saya sangat salut dengan warga Indonesia yang sangat menghormati ulama Maroko dan karya-karyanya, seperti melanggengkan Dalailul Khoirat dalam setiap wiridnya…”

telah dimuat di NUonline: Senin, 17/09/2012 09:58

Isteri Dubes RI untuk Maroko Terima Penghargaan Pejuang Muslimah




Dalam perayaan Pekan Budaya tahun 2012 ini, Yayasan Sidi Thalhah, Lembaga Pemerhati Lingkungan dan Karya Klasik memberikan penghargaan kepada Almarhumah Nyai Hj. Mahsushoh Ujiati binti Mudatsir sebagai Pejuang Muslimah hubungan Indonesia-Maroko. Tentu moment seperti ini menjadi sebuah kebanggaan bagi Kedutaan RI di Maroko khususnya dan umumnya bangsa Indonesia.

Sosok anggota Dewan Pakar Pimpinan Pusat Muslimat NU periode 2011-2016 ini, dikenal sangat aktif dan kreatif dalam berbagai kegiatan di Maroko, baik itu kegiatan kewanitaan ataupun yang lainnya. Beliau tidak jarang ikut serta menyumbangkan ide-idenya untuk memperkuat hubungan diplomatik Indonesia-Maroko. Dan itu sudah terbukti dengan munculnya beberapa program dan kegiatan baru di Maroko. Maka tidak heran jika Beliau banyak dikenal baik oleh masyarakat Maroko.

Dimata Ketua Umum Muslimat NU sendiri, Khofifah Indar Parawansa,  Beliau dikenal sebagai sosok pekerja keras dan kader Muslimat tulen. Bahkan berkat pengajaran beliau tentang tradisi agama Islam di Indonesia, khususnya NU. Kini tradisi Tawasulan(mendoakan orang dengan membaca surat Al-Fatihah) itu sudah mulai mengakar dalam jiwa warga Maroko. Beliau ini wafat di Maroko pada 21 Desember tahun 2011 yang lalu. Sebelumnya sempat dirawat di rumah Sakit Scech Zaid Rabat, Maroko.

Pekan Budaya kali ini bertema: “Perjuangan Waliyullah Sidi Thalhah Al-Darij dalam Memperjuangkan Kemerdekaan Maroko dan Pribadi Keagamaanya” berlangsung di dua kota, Tetouan dan Tanger 15-16 September 2012.

Acara ini dihadiri oleh Dubes RI untuk Kerajaan Maroko, H. Tosari Widjada yang diundang untuk menyampaikan pidatonya dalam pembukaan seminar Pekan Budaya ini. Turut hadir juga penasehat Hukum Menteri luar negeri Maroko, Dr.Ibrahim Amusi, Ketua Majlis Ilmi Tetouan,  Dr. Abdlu Ghofour An-Nasir, Sejarawan Maroko, Mohamed Ben Azuz Hakiem, Ketua organisasi Dakwah Islam Chefchaouen, Maroko, Dr. Ali Raisuni, Perwakilan Dubes Malaysia, Delegasi Pelajar Turki, PPI Maroko, pejabat KBRI Rabat, para Tokoh dan Ulama Maroko serta tamu undangan.

Rangkaian acara ini diawali dengan pembukaan seminar yang diisi oleh sambutan-sambutan dari beberapa Tokoh dan Pakar sejarah Maroko. Tidak ketinggalan pula tim Rebana PPI Maroko yang tergabung dalam anggota luar biasa (STAINU) pun, ikut memeriahkan pembukaan Pekan Budaya ini. Acara ini masih berlangsung dengan berbagai agenda seperti Festival musik khas Maroko dan sholawatan yang akan diselenggarakan di Malosa-Tanger.

Dubes RI untuk Kerajaan Maroko dalam pidatonya mengatakan, “Ketika kita membicarakan hubungan Indonesia-Maroko, maka tidak pernah terpisahkan dari peran ulama Maroko dalam penyebaran Islam di Indonesia, seperti Ibnu Bathutoh dan Maulana Malik Ibrahim serta Pejuang Imama Bonjol yang Ibunya berasal dari Maroko. Maka tidak heran jika Islam Moderat di Indonesia sama dengan Islam Moderat di Maroko”.

Prof. Dr. Mariam Ait Ahmed dalam sambutannya mengatakan,”saya sangat salut dengan warga Indonesia yang sangat menghormati ulama Maroko dan karya-karyanya, seperti melanggengkan Dalailul Khoirat dalam setiap wiridnya…”

Telah dimuat di Koran Tribun (Senin, 17 September 2012 11:11 WIB)