Selamat Datang

Selamat Datang

Pages

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

My Photos

Kamis, 22 Maret 2012

Tradisi Kenduri di Maroko

Tradisi Kenduri di Maroko

                                                                                                                       
Kambing Guling(utuhan) khas hidangan Konglomerat Maroko
Walaupun belum genap dua tahun aku tinggal di negeri yang bermadzhab Maliki tulen  ini, paling tidak aku sudah mulai mengenal tentang budaya yang berkembang dan mereka anut. Salah satu pengalaman yang cukup berkesan bagiku, yaitu ketika aku sering diundang pada acara-acara jamuan makan mereka, baik itu pada walimah pengantin, tasyakuran, khitanan, maupun acara kirim do’a untuk mayit.
Di tanah air, acara seperti ini sangat populer sekali dengan istilah kenduri atau selamatan (slametan). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata kenduri diartikan sebagai jamuan makan untuk memperingati suatu peristiwa, minta berkat, dan sebagainya. Istilah tersebut di Maroko lebih akrab dengan sebutan zardah ( الزردة) / salkah (السلكة) dalam bahasa darijah (dialek) mereka. Salah satu budaya kenduri di indonesia yang masih eksis yaitu Tahlilan. Menurut kajian historis, tahlilan ini merupakan hasil akulturasi budaya Hindu. Kala itu para Muballigh Islam di indonesia khususnya wali songo, berhasil melakukan dialog dan negoisasi dengan tradisi lokal, sehingga Islam mudah diterima di Indonesia.
Bagi warga Nahdliyin, tahlilan merupakan tradisi kegemaran yang sudah mengakar dan masih terus dilestarikan hingga kini. Lain halnya dengan warga Muhammadiyyah, mereka memang agak sedikit alergi dengan tradisi tahlilan seperti ini. Konon menurut cerita, sebenaranya dahulu KH.Ahmad Dahlan sendiri juga sering tahlilan. Tapi belakangan ini, entah kenapa para penerusnya sangat alergi sekali dengan tahlil dan ritual-ritual yang semisalnya. Wa allahu a’lam.
Satu hal yang sangat menarik bagiku, ketika aku mendapatkan cerita dari salah seorang teman, anak Maroko, yang baru saja ditinggal ayahnya pergi ke alam barzah. Dia bilang kepadaku, bahwa kami biasanya mengadakan zardah dengan membaca Al-qur’an dengan memilih surat-surat khusus seperti surat Yasin, al-ikhlas, Muawidzatain, dan beberapa kalimat tayyibah (tahlil) pasca kematian jenazah itu pada beberapa hari tertentu. Misalnya, ada beberapa orang yang memperingati hari berkabung itu sejak hari pertama meninggalnya hingga hari ke-7 dan 40 hari setelah kematiannya.
Nah, ini merupakan bukti bahwa di Negeri seribu benteng ini, ternyata ada juga budaya semacam kenduri yang mirip sekali dan bahkan kalau boleh saya bilang hampir sama persis dengan budaya kita di tanah air. Mungkin yang paling membedakan adalah sajian makanannya, mereka menyajikan menu makanannya sebanyak tiga kali dan bahkan bisa lebih dari itu. Misalnya, menu pertama berupa  ikan laut, kemudian disusul dengan menu kedua, yaitu ayam dan ketiganya berupa daging sapi atau kambing. Bahkan mereka kalau menyajikan daging kambing terkadang berupa kambing utuhan (kambing guling) yang hanya dipotong kepala dan kakinya saja. Jadi, masaknya seperti masak ayam panggang (ingkung).
Menu tersebut khususnya bagiku, itu sangat luar biasa, maklumlah perutku standar perut orang Indonesia yang cukup diisi dengan satu paha ayam saja. Terkadang aku baru melihatnya saja sudah terasa kenyang. Sesekali aku sempat berpikir, kalau seandainya aku dapat isteri orang Maroko kayaknya harus punya ternak ayam. Soalnya bagi mereka satu ekor ayam itu untuk porsi satu orang atau bahkan kadang-kadang bisa lebih. 
Budaya yang sering menjadi buah bibir sebagian ulama’ kita di tanah air ini, ternyata disini tak sedikit juga penggemarnya. Walaupun ada juga beberapa kelompok yang enggan mengikutinya khususnya diacara-acara jamuan makan yang diadakan pasca ada orang yang meninggal, atau sering kita kenal dengan istilah kirim do’a kepada si mayyit. Bagi kelompok yang kontra dalam masalah ini, mereka beranggapan bahwa acara itu tidak ada tuntunannya didalam syari’at Islam, sehingga itu termasuk bid’ah dan tentu sangat sesat dan menyesatkan. Kelompok yang kontra itu biasanya berpedoman pada dalil yang sudah tidak asing lagi bagi kita, yaitu كل محدثة بدعة وكل بدعة ظلالة وكل ظلالة في النار. Dan argumen yang paling kuat bagi mereka, bahwa menurut mereka, ibadah itu bersifat tauqifi (tak bisa diedit/diotak-atik lagi).

Perbedaan yang kalau boleh dibilang sudah kadaluarsa seperti ini, ternyata disini tak ubahnya seperti di Indonesia, masih sering jadi buah bibir diantara para ulama’. Bahkan tidak hanya dalam perkara ini saja, dalam perkara yang lain pun masih banyak. Hanya saja disini kalau ada yang kontra tidak berani vocal secara terang-terangan. Maklumlah disini Negara kerajaan, jadi kalau ada yang berani vocal, apalagi menyinggung soal Raja, berarti dia siap dimasukkan  ke dalam karung oleh polisi.