Merantau ke maroko
Di kantor PBNU Jakarta |
Berangkat ke
Maroko
Hari itu bertepatan dengan hari minggu 26 september 2010. Saat itu jarum
jam menunjukkan pukul 14.30 WIB. Matahari di langit kota metropolitan itu menampakkan
sinarnya begitu cerah, tidak ada tanda-tanda akan turunnya hujan. Semilirnya
angin pun menambah segarnya udara disiang hari itu. Aku bersama 11 orang temanku telah meninggalkan kantor
PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama’) menuju bandara Soetta (Soekarno-Hatta)-Cengkareng
(CGK) dengan mengendarai mobil dinas PBNU. Tibalah kami di Bandara tepat pukul
16.30 WIB. Kami langsung memasuki ruang check-in tujuan luar negeri. Suasana bandara Soetta begitu ramai berdesak-desakan
dipenuhi para penumpang yang akan terbang ke berbagai negara. Tampak kebanyakan
dari mereka adalah para TKI dan TKW yang akan kembali mengadu nasib untuk kerja
di negeri orang. Ada juga beberapa turis yang akan kembali pulang ke negeri
asalnya sehabis liburan di tanah air. Tampak juga dua orang Anggota Dewan yang
juga akan terbang ke luar negeri, mereka adalah laki-laki semua. Selintas aku
sempat memperhatikan mereka, ternyata mereka membeli tiket untuk tour ke
Moskow. Dari situ aku jadi teringat cerita kang Abik dalam novelnya “Bumi
Cinta” yang mengisahkan tentang kehidupan di Moskow dan gadis cantik jelita
bernama Linor yang berprofesi sebagai kupu-kupu malam kelas
internasional (sebut aja gitulah). Dalam novelnya tersebut kang Abik banyak bercerita
tentang Linor, salah satu ceritanya kurang lebih begini; Suatu malam dia
pernah kedatangan tamunya si hidung belang, yang datang dari Indonesia, dia
adalah seorang Anggota Dewan. Bahkan dia sempat menawari Linor kalau dia
bersedia akan diajak ke Indonesia untuk dikontrak sebagai pemain film. Nah,
itulah sekilas cuplikan ceritanya. Tapi yang terpenting ketika aku melihat
mereka berdua itu, aku mencoba untuk berhusnuzhan sama mereka, mudah-mudahan kepergian mereka
ke Moskow itu benar-benar untuk tour dalam rangka menghibur diri, bukan
untuk mencari BTN (bini’ tanpa nikah). Maklumlah hari itu masih hari liburan
Idul fitri 1431 H. Jadi, arus mudik pun masih sangat ramai.
Setelah kurang lebih satu
setengah jam kami mengurus segala sesuatunya berkenaan dengan fiskal, bagasi,
dll. Kemudian aku bersama rombongan menuju ke pesawat. Nah, disaat
pemeriksaan terakhir, sebagian barang bawaanku disita sama petugas gara-gara di
tasku ada botol berisi vitamin yang berupa cairan. Waktu itu sebenarnya aku
sempat adu mulut sama petugas, tapi karena aku buru-buru, soalnya pesawat sebentar lagi mau take off sudahlah
akhirnya aku kasihkan saja. Yang penting
ini adalah ini sebuah pengalaman berharga, bahwa lain kali kalau pergi ke luar
negeri membawa sesuatu berupa cairan
maka harus dibagasikan, jangan dimasukkan ke dalam tas gendong atau ditenteng.
Perlahan-lahan hari mulai
gelap. Matahari pun telah kembali ke peraduannya. Gemerlapnya lampu-lampu neon
penerang bandara tampak menghiasi suasana malam disekitar bandara. Jarum jam
menunjukkan pukul 18.00 WIB. Pesawat AIR WAYS QATAR 673 telah take off
dari bandara Cengkareng menuju Doha-Qatar. Setelah kurang lebih 8 jam,
sampailah kami di Doha-Qatar untuk transit selama 4 jam dan untuk selanjutnya
akan menuju ke Libya. Tepat di pagi hari sekitar pukul 06.00 waktu setempat,
sampailah kami di Libya. Disini kami tidak turun dari pesawat tapi, pesawat
hanya menurunkan para penumpang yang tujuannya hanya sampai ke Libya dan menunggu
para penumpang yang akan terbang ke Cassablanca-Maroko. Akhirnya tepat pukul
09.30 waktu Maroko sampailah kami beserta rombongan di bandara Muhammad V, Cassablanca-Maroko.
Wah, ternyata perjalanannya memakan waktu selama 18 jam. Disana kami
langsung dijemput oleh teman-teman PPI, PCINU, dan beberapa orang dari
kementrian wakaf dan urusan agama Maroko وزارة الأوقاف والشؤون الإسلامية
بالمغرب)).
Bandara Mohammed V Cassablanca (CMN) Maroko |
Ditangkap polisi dibandara Cassablanca (CMN)
Ketika aku masih di Indonesia,
kenal dengan nama Cassablanca itu hanya merk parfum saja. Ternyata disini dipakai juga buat nama salah satu kota terbesar
di Maroko yang di situ terdapat bandara internasionalnya. Kalau di Indonesia ada
namanya Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng (CGK) dan kalau disini
namanya Bandara Internasional Muhammad V, Cassablanca (CMN). Nah, ketika di ruang antrean passport control sambil nungguin antreannya, aku
berfoto-foto dengan teman-temanku disekitar
ruangan tersebut. Maklumlah wajah-wajah kami dari indonesia itu
terkadang kan masih suka norak. Giliran temanku yang ngambil photoku
lancar-lancar saja nggak ketahuan sama polisi. Pas ketika giliranku ngambil
photo salah seorang temanku, tiba-tiba ada polisi yang badannya gede banget
nyamperin aku dan langsung kameraku diminta kemudian dibawa ke pos
penjagaannya, wah rupanya kami sudah diintip dari kejahuan.
Setelah
kurang lebih 15 menit polisi itu melihat gambar-gambar yang ada di kameraku
sambil ngomong sesuatu aku juga tidak mengerti dia lagi ngomong apa. Akhirnya kameraku dikembalikan juga. Aku hanya bilang: “Thank you, I’m
sorry”. Waduuh, ternyata foto-fotoku dihapus semuanya. Kalau tau kayak begini aku nggak bakalan bilang thank you sama dia,
kataku dalam hati. Setelah
aku tahu ternyata tempat itu kawasan dilarang mengambil foto.
Lereng bukit di perbatasan Spanyol |
Sekilas tentang Maroko (maghrib)
Hampir lima bulan aku bersama
13 orang temanku tinggal di negera Maghrib atau yang lebih populer
ditelinga orang indonesia dengan sebutan Maroko, Marocco (Bahasa
inggris), al-Mamlakah al-Maġhribiyyah/المملكة المغربية (Bahasa arab), Maroc (Bahasa prancis), dan orangnya
disebut Marocain (bahasa prancis). Tepatnya aku sekarang tinggal di Jln.
Jirary, Bukhalef-Bane makada, Tanger-Maroko. Kota ini perbatasan dengan laut
spanyol. Maroko mempunyai dua bahasa resmi, yang pertama bahasa Arab dan yang
kedua bahasa prancis. Yang menjadi catatan terpenting ketika kita tinggal di
Maroko ini, jangan coba-coba berani vokal terhadap pemerintah atau bahkan
berani mengritik raja. Paling kalau kita ketahuan, malamnya langsung dimasukkan
karung sama polisi dan di buang ke Sahara (padang pasir yang gersang sebagai
tempat pembuangan orang yang berurusan sama kerajaan).
Berkunjung ke
pesantren salaf
Sungguh
tidak pernah terbayang dalam benakku kalau ternyata ada pesantren berbasis
salaf di negeri bekas jajahan perancis ini. Alhamdulillah, diliburan semester
ganjil di tahun pertama ini aku sempat berkunjung ke salah satu pesantren salaf
yang berada di dekat tempat wisata Man’r Park, Tanger, Maroko. Tempat ini
berada diujung kota Tanger yang berbatasan dengan laut Spanyol. Kalau anda main
kesini, anda bisa melihat laut Spanyol dan bahkan pantainya jika cuacanya lagi
cerah.
Dan ternyata
pesantren-pesantren yang ada di negeri yang kaya dan murah akan buah jeruknya
ini metodologi pengajarannya sama persis dengan apa yang di terapkan di
pesantren-pesantren salaf di tanah air seperti, sorogan, weton/bandonan,
halaqoh, dan hafalan. Dan statusnya kebanyakan Mereka berdiri sendiri tidak
terkait dengan Diknas, Depag, dan kerajaanya.
Bersambung.........